Saturday 31 December 2016

Pesona Pantai Balekambang hingga mitos Jembatan Panjang

Sejumlah pengunjung bermain di tepi pantai Balekambang, Malang, Sabtu (7/5/2016).

Pantai satu ini memang sudah dikenal banyak orang, terutama masyarakat Jawa Timur. Dikenal menyerupai Tanah Lot di Bali, pantai ini menjadi destinasi wisatawan domestik maupun luar negeri.

Pantai Balekambang, begitu orang menyebutnya. Terletak di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, kabupaten Malang. Sekitar kurang lebih 63 km dari Kota Malang.


Pantai ini memiliki pura yang menjorok ke laut, bernama Amarta Jati. Bangunannya berada di atas pulau kecil bernama Ismoyo. Hingga kini masih digunakan tempat beribadah umat Hindu, terutama pada perayaan hari besar ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah, seperti Bali.

Sebenarnya pantai Balekambang sudah lama ditemukan oleh warga, namun belum dibuka untuk umum. Menurut warga setempat, orang pertama yang membuka hutan di sini adalah Syaikh Abdul Jalil. Baru pada tahun 1983 dibuka untuk umum, diresmikan oleh bupati Kabupaten Malang Eddy Slamet.

Garis pantai sepanjang 2 km dengan pasir putih yang bersih. Juga ada muara menyerupai kolam yang berada di sisi kanan pura. Biasanya muara itu digunakan pengunjung, khususnya anak-anak untuk bermain ombak, karena memang aliran ombaknya tidak begitu besar.

Akses menuju pantai sangat mudah dengan kondisi jalan yang baik. Rute perjalanannya adalah Kota Malang–Kepanjen–Pagak–Bantur–Balekambang. Setiba di jalur lintas selatan (JLS) Malang, kita akan disuguhi lanskap hutan tropis nan sejuk.

Wisatawan yang berkunjung ke sini dikenakan tarif tiket masuk sebesar Rp 15 ribu per orang. Di dalam pantai ada deretan warung yang menjajakan makanan dan minuman. Juga ada beberapa penginapan yang dibanderol mulai harga Rp 100 ribu hingga 500 ribu, sesuai fasilitas dan luas bangunannya.



Mitos Pantai Jembatan Panjang

Di lokasi yang sama, yakni Pantai Balekambang, ada pantai yang bernama Jembatan Panjang. Pantai ini memiliki pesona pasir putih dan jembatan putus yang menghubungkan ke sebuah pulau kecil. Sebuah pesona yang tak ditemukan di pantai lainnya. Pantai ini juga kerap dijadikan obyek para pemburu foto.

Dibalik keindahannya itu ada sebuah mitos yang beredar di masyarakat. Konon jembatan tersebut tak pernah berhasil dibangun karena sesuatu hal yang berhubungan dengan makhluk ghaib.


Jembatan putus yang berada di pantai Jembatan Panjang, Balekambang, Malang,  Sabtu (7/5/2016).

Menurut cerita warga setempat, pembangunan jembatan itu tak pernah selesai, berulang kali diperbaiki namun sebagian bangunan selalu roboh, karena tidak disetujui makhluk ghaib penghuni pulau kecil itu.

Jembatan tersebut bisa diperbaiki dan tersambung lagi jika ada seseorang bertapa di dalam pulau kecil itu hingga selesai. Apabila tidak selesai, pembagunan akan membuahkan hasil yang sia-sia. (Tripnesian)



Monday 26 December 2016

Toko Oen melintasi zaman

Pekerja merapikan kursi di Toko Oen, Malang, Rabu (18/5/2016).

Tak kalah dengan daerah lainya, Kota Malang juga mempunyai menu kuliner legendaris. Adalah Toko Oen yang menyajikan es krim sebagai menu utamanya. Terletak di jalan Basuki Rahmat, Toko Oen berdiri sejak zaman kolonial Belanda.

Perjalanan saya siang itu berhenti di tengah Kota Malang. Di sudut jalan nampak sebuah restoran es krim, bangunannya bergaya khas zaman kolonial Belanda. Terlihat menarik, saya pun berniat mengunjunginya.

Masuk ke dalam restoran saya disambut oleh seorang pelayan berpakaian kemeja putih dengan celana hitam. Setiba di meja bartender saya disodori daftar menu. Ada puluhan olahan es krim yang tertulis di dalam daftar tersebut. Merasa bingung, saya pun bertanya kepada pelayan.

"Menu es krim apa yang bahan dasar dan rasanya masih sama sejak zaman Belanda?" tanyaku. "Semuanya masih asli mas komposisi dan rasanya," jawab pelayan itu. "Oh kalau begitu saya memesan menu yang paling banyak dipesan oleh pengunjung saja," tanggapku. "Sony Boy kalau begitu, mau pesan berapa porsi?" tanya pelayan itu. "Sementara satu porsi aja dulu mbak," jawabku. "Oh iya mas, silahkan memilih tempat duduk," ujar pelayan itu, lalu saya pun pergi memilih tempat duduk.



Sony Boy adalah salah satu es krim favorit pengunjung  di Toko Oen. Es krim ini berbahan dasar vanila, strawberry, coklat, mocca, cocktail, dan gula jawa.

Tak lama menunggu, pesanan saya pun datang diantar oleh pelayan. Tampilan es krimnya sangat menarik dan terlihat segar, meski menurut saya bukan tampilan baru alias lawas. Setelah mengabadikannya lewat kamera, saya pun melahapnya.

Perpaduan rasa dari bahan dasarnya lumer di mulut, teksturnya pun sangat lembut, meninggalkan kesan dari setiap sendoknya. Pantas saja Sony Boy dihargai Rp 40 ribu per porsi.


Foto kiri: Portrait dua pelayan di Toko Oen, Malang, Rabu, (18/5/2016). Foto kanan: Seporsi Sony Boy di Toko Oen, Malang, Rabu (18/5/2016).

Sembari menikmati menikmati es krim, pandangan saya menjelajah di setiap sudut ruangan. Saya memilih tempat duduk tepat di tengah ruangan agar bisa leluasa melihat isi ruangan.

Pada salah satu sudut ruangan terpasang banner panjang bertuliskan bahasa Belanda "Welkom in Malang, Toko “Oen” Die Sinds 1930 Aan De Gasten Gazelligheid Geeft”, jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “Selamat Datang di Malang, Toko “Oen” sejak tahun 1930 telah memberikan suasana yang nyaman".




Seperti bangunan zaman kolonial Belanda lainnya, Toko Oen memiliki langit-langit bangunan yang tinggi, dengan pintu dan jendela yang besar. Begitu juga dengan sejumlah perabotnya seperti meja dan kursi bergaya khas Eropa. Pun beberapa ornamen yang memperkuat suasana tempo dulu.

Membaca sejumlah artikel yang ada, konon Toko Oen dahulunya menjadi jujugan para meneer dan mevrouw , kaum borjuis Belanda untuk berpesta.

Awalnya Toko Oen adalah toko kue kering di Yogyakarta pada tahun 1910. Pendirinya adalah Liem Gien Nio, wanita keturunan Cina. Berselang 12 tahun berkembang menjadi restoran es krim yang diberi nama "Toko Oen Ice Cream Palace Patissier". Sedangkan nama Oen diambil dari nama suaminya, yakni Oen Tjoen Hok.

Menilik dari website internalnya, Tak disebutkan kapan Toko Oen cabang Malang didirikan. Hanya saja pada tahun 1934 membuka cabang di Batavia (Jakarta). Setahun kemudian membuka cabang di jalan Bodjong, Semarang.

Cabang di Jakarta tutup pada tahun 1973. Sementara itu, Toko Oen di Malang kini sudah beralih kepemilikan. Kini, hanya di Semarang yang masih dikelola oleh keturunan asli keluarga Oen. (Tripnesian)



Wednesday 21 December 2016

Pesona Pantai Banyu Anjlok di Malang

Pengunjung berenang di air terjun, Pantai Banyu Anjlok, Malang, Rabu (11/5/2016)

Berbicara tentang keindahan alam di Kabupaten Malang rasanya tidak ada habisnya. Khususnya wisata baharinya yang tersaji indah dari tepi batas timur hingga barat.

Salah satunya pantai Banyu Anjlok yang berada di Dusun Lenggoksono, Kecamatan Tirtoyudo. Sesuai namanya, pantai ini memiliki banyu anjlok atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah air terjun.

Adanya air terjun itu membuat pantai ini berbeda dari pantai lainnya. Bisa dibilang satu-satunya yang dimiliki Kabupaten Malang.

Air tawar yang mengalir dari air terjun berasal dari perbukitan Lenggoksono, tak hayal jika airnya terasa segar. Panorama pantainya pun cukup elok dipandang. 


Di atas air terjun terdapat ceruk serupa kolam, biasanya digunakan pengunjung untuk berenang sembari menikmati lanskap pantai dari atas. Namun berhati-hatilah, karena kolam ini sangat dalam, dan jika musim hujan airnya mengalir deras.

Dua sensasi yang berbeda itulah yang menjadi daya tarik wisatawan, mulai dari domestik hingga asing. Apalagi jika musim liburan sangat ramai pengunjung.

Pantai Banyu Anjlok, Malang, Rabu (11/5/2016).

Pantai Banyu Anjlok berjarak 69 Km dari Kota Malang, jika ditempuh dengan kendaraan bermotor sekitar kurang lebih 2,5 jam. Kondisi jalan dari Kota Malang ke Dusun Longgoksono sangat baik, hanya saja jalanan dari Lenggoksono ke lokasi pantai belum kondusif.

Ada dua jalur menuju Banyu Anjlok, yakni darat dan laut. Jalur darat hanya bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda dua atau tracking, melewati perbukitan berjarak sekitar 5 km dari Dusun Lenggoksono. Selama perjalanan kita akan menemui jalanan yang berliku dan terjal. Jika berpapasan dengan kendaraan lain dari lawan arah kita harus berhenti sejenak untuk bergantian. 500 meter sebelum lokasi kita akan menjumpai parkiran, semua kendaraan harus berhenti di sini, dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Per unit dikenakan tarif parkir sebesar Rp 5 ribu.

Sedangkan untuk jalur laut menggunakan perahu milik nelayan di Pantai Lenggoksono. Memakan waktu sekitar setengah jam perjalanan ke Banyu Anjlok. Penyewa perahu mengenakan biaya sebesar Rp 50 ribu per orang. Tarif tersebut meliputi 3 destinasi pantai, yakni Banyu Anjlok, Bolu-bolu, Wedi Awu, dan Wedi Putih sebagai pilihannya.

Pantai Banyu Anjlok memang sangat layak untuk dikunjungi. Tapi lebih baiknya jika mengunjunginya saat air laut sedang surut, karena ombak di pantai ini sangat besar, selain itu kita bisa menikmatinya dengan aman. (Tripnesian)


Monday 19 December 2016

Berselancar di Pantai Lenggoksono Malang

Peselancar lokal Joni hendak berselancar di pantai Lenggoksono, Malang, Kamis (12/5/2016).

Pantai Lenggoksono, pantai selatan yang berada di Dusun Lenggoksono, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kawasan wisata pantai Bowele (Bolu-bolu Wedi awu Lenggoksono) ini dikenal sebagai tempat olahraga surfing atau selancar.  Berbagai event surfing skala lokal hingga nasional pernah digelar di pantai ini.

Pagi itu cuaca nampak bersahabat, tak menyisakan awan mendung di langit pantai Lenggoksono. Sementara itu di warung tepi pantai saya menikmati secangkir kopi ditemani peselancar lokal, Adilan Joni Wahab namanya, atau yang akrab disapa Joni. Diiringi obrolan kecil seputar dunia surfing kami menghabiskan pagi dengan akrab.

Mengarahkan pandang ke selatan, terhampar lautan disertai angin yang membentuk gulungan ombak. Seperti momen ditungu tunggu, wajah Joni pun nampak sumringah melihat gulungan ombak yang meninggi.

"Ombaknya lagi bagus mas," anggapnya (12/5/2016), kemudian bergegas pergi ke kiosnya yang tak jauh dari warung untuk mengambil papan selancar. Kios milik Joni ini menjual makanan dan minuman serta menyewakan peralatan selancar.


Melihatnya berjalan menuju laut dengan membawa sebilah papan selancar, saya pun bergegas mengambil kamera DSLR, dengan memakai lensa panjang 70-200 mm saya mengabadikannya dari tepi pantai.

Dia menari-nari di tengah laut. Ombak setiggi 1 hingga 2 meter tak membuatnya menciut, justru disambut dengan senang. Ombak di pantai ini bertipe bridge break dan point break. Joni mengatakan pantai Lenggoksono sangat cocok bagi peselancar pemula. Selain karena ombaknya tidak terlalu tinggi juga dasar lautnya berupa pasir.


Joni sedang berselancar di pantai Lenggoksono, Malang, Kamis (25/5/2016).

Berselang waktu yang tak lama, menyusul sejumlah peselancar lainnya dari Lenggoksono. Melihat temannya turut berselancar Joni pun kian semangat memainkan papan selancarnya. Mereka bergantian menyambut ombak.

Tidak hanya dari Lenggoksono saja, peselancar dari daerah lain juga datang ke pantai ini, diantaranya peselancar dari Bali, Surabaya dan Pacitan. Bahkan didatangi oleh peselancar dari negara lain, seperti Jerman, Belanda dan Norwegia.

Pantai Lenggoksono berada di pesisir Malang Selatan. Berjarak sekitar 69 Km dari Kota Malang, jika ditempuh dengan kendaraan bermotor sekitar kurang lebih 3 jam. Akses menuju pantai sangatlah baik, namun ada sebagian jalanan yang cukup terjal. Sedangkan untuk tarif tiket masuknya sangat murah, hanya Rp 5 ribu per orang. Di tepi pantai juga ada deretan warung makan, dan beberapa kios yang menyewakan peralatan surfing dan snorkeling. (Tripnesian



Thursday 15 December 2016

Mengunjungi Alun-Alun Kota Batu

<img src='tripnesian_alun-alun-kota-batu_01.jpg' width='100' height='100' alt='alun-alun kota batu'/>
Alun-alun Kota Batu, Selasa (6/12/2016) Pagi.

Alun alun sejatinya sudah ada sejak zaman Majapahit. Mpu Prapanca dalam kitab Negarakertagama menyebutkan alun alun sebagai tempat sakral dan kerakyatan. Sejumlah ritual keagamaan, penyampaian titah raja serta kegiatan pesta rakyat diselenggarakan di alun alun.

Tak jauh beda dengan saat ini, alun alun digunakan sebagai pusat berkumpulnya masyarakat. Seakan menjadi sesuatu yang wajib dimiliki, hampir seluruh kota di Indonesia memiliki alun alun.


Diantaranya adalah Kota Batu, sebagian besar kegiatan kerakyatan diselenggarakan di alun alun, seperti perayaan tahunan serta acara seni dan budaya. Juga menjadi ikon kota yang dijuluki Kota Wisata ini. Bisa dibilang salah satu alun alun terbaik di Indonesia.

Alun alun Kota Batu menjadi destinasi wisata baru usai direnovasi dan dibuka kembali pada Mei 2011 lalu. Di dalamnya terdapat ragam fasilitas bermain seperti bianglala, taman air mancur, dan playground mini. Tepat di tengahnya ada  air mancur buah apel yang sangat iconic. Serta ruang informasi yang bangunannya dibentuk serupa buah strawberry dan apel raksasa.


Lazimnya alun alun dari zaman ke zaman, alun alun Kota Batu berada di pusat kota. Dikelilingi bangunan perniagaan dan bersebelahan dengan masjid Jami.  Jika dilihat dari atas, gugusan gunung dan perbukitan tampak mengelilinginya. Pantas saja udaranya sangat sejuk dan berhawa dingin.

<img src='tripnesian_alun-alun-kota-batu_02.jpg' width='100' height='100' alt='alun-alun kota batu'/>
Pengunjung sedang berjalan di air mancur buah apel di Alun-alun Kota Batu, Selasa (6/12/2016).

Bagi perokok aktif harus menggugurkan sejenak keinginannya untuk menghisap rokok, karena pengelola menerapkan aturan tidak boleh merokok saat berada di dalam alun alun. Ada tempat khusus atau smoking room yang disediakan oleh pengelola.

Tidak hanya warga Batu dan sekitarnya saja yang mengunjunginya. Wisatawan dari daerah lain juga banyak yang datang. Apalagi jika bertepatan dengan hari libur, akan sangat ramai pengunjung.


Halaman parkir yang luas serta letaknya yang strategis sangat memudahkan orang untuk mengunjunginya. Di sekitarnya juga terdapat kedai makan yang menjual menu khas Kota Batu, yaitu ketan, serta sejumlah makanan dan minuman yang terbuat dari olahan buah apel. Tak sedikit wisatwan yang berkunjung ke alun alun Kota Batu mampir dan membawa pulang untuk oleh-oleh. (Tripnesian)


Monday 12 December 2016

Mencicipi bakso super yang berbeda di Kandangan Kediri

Bakso super ala warung Cihui di Kandangan, Kabupaten Kediri, Selasa (27/1).

Kediri, salah satu kota di Jawa Timur yang menyuguhkan ragam kuliner. Diantaranya adalah bakso, makanan yang terbuat dari berbagai macam olahan daging yang disajikan dengan kuah yang gurih. Makanan yang terkenal dan tergolong favorit ini juga banyak ditemui di Kediri.

Siang itu jalanan diselimuti hujan disertai angin, mengiringi perjalanan saya dari Kediri ke Kota Malang. Setiba di perbatasan sisi timur Kabupaten Kediri, saya pun memutuskan berhenti.

Terlihat ada sebuah warung bakso di tepi jalan. Timbul ide, mungkin cocok jika menikmati bakso sembari menunggu hujan reda.


Warung tepi jalan itu adalah warung bakso Cihui yang berada di jalan Malang, Kandangan, Kabupaten Kediri. Di warung ini saya memesan seporsi bakso super dan teh hangat.

Bisa dibilang bakso di warung ini rasanya sangatlah enak. Citarasa daging sapinya terasa kuat, dan kenyal. Kuahnya pun terasa gurih.


Uniknya bakso super di warung ini tidak seperti yang dibayangkan, tidak seperti bakso super pada umumnya yang berukuran besar. Bakso super di sini berukuran kecil, tapi rasanya nendang di mulut.

Sebab berbeda dari biasanya, saya pun menanyakannya kepada pemilik warung. Namanya Slamet, biasa dipanggil pak Slamet. Ia mengatakan bakso super olahannya memang berbeda dengan yang lainnya. "Kata super bukan pada ukurannya, namun pada rasanya yang super enak," ujarnya, sembari merapikan kaosnya yang bergambar Jokowi itu.

Bakso supernya ini tidak menggunakan banyak campuran tepung kanji, bisa dikatakan perbandingannya 80% daging sapi 20% tepung kanji. Selain itu juga tidak menggunakan bahan pengawet dan pengenyal kimia seperti boraks. 


"Perbuatan yang buruk dan tidak barokah jika bisnis itu bisa merugikan banyak orang," jelasnya, saat ditanya mengenai bakso boraks.

<img src='tripnesian_bakso-cihui-kediri_01.jpg' width='100' height='100' alt='kuliner kediri'/>
Foto kanan: Pak Slamet berpose di warung baksonya, Kandangan, Kabupaten Kediri, Selasa (27/1). Foto kiri: Pekerja sedang menyajikan bakso di warung bakso Cihui, Kandangan, Kabupaten Kediri, Selasa (27/1).

Disamping itu, cara mengolah dagingnya pun cukup berbeda. Slamet tidak menggunakan mesin giling, melainkan dengan cara tradisional yaitu ditumbuk dengan batang besi. "Bedanya jika ditumbuk menghasilkan rasa dan tekstur daging sapi yang kuat," ujar Slamet.

Harga bakso di warung ini sangat ramah dikantong. Bagaimana tidak, satu porsi bakso hanya sebesar Rp 10 ribu plus teh hangat yang saya pesan sebesar Rp 2 ribu. Hanya mengeluarkan uang Rp 12 ribu saja kita sudah dapat merasakan bakso yang berkualitas dan segelas minuman hangat.

Warung bakso milik Pak Slamet ini memang tak sebesar dan belum dikenal banyak orang. Bentuk bangunannya sederhana, namun kualitas rasanya tak kalah jika dibandingkan dengan sejumlah kedai bakso ternama di Kediri. (Tripnesian)



Friday 9 December 2016

Paralayang Batu, Omah Kayu dan Sunrise Gunung Banyak

Sejumlah pengunjung sedang terbang bersama master tandem di wisata Paralayang, Kota Batu, Minggu (8/2/2015).

Gunung Banyak, sebuah gunung mati yang memiliki ketinggian 1.315 Mdpl, terletak di Songgokerto, Kota Batu, Jawa Timur. Keberadaannya dikenal oleh paraglider dari berbagai daerah di Indonesia, sebagai tempat untuk melayangkan parasut. Juga menjadi spot terbaik wisatawan untuk melihat lanskap Kota Batu.

Surya pagi perlahan beranjak ke peraduannya, menyingkap halimun yang menyelimuti dataran tinggi Gunung Banyak. Puluhan wisatawan pun menyambutnya dengan hangat, usai semalam bergelut dengan dingin menanti kedatangannya.

Memandang ke timur, tampak silhouette Mahameru beralaskan awan. Seiring dengan sang surya yang cahayanya perlahan menerangi Kota Batu di kaki Gunung Panderman. Panorama elok itu serupa lukisan yang tersaji di kala pagi.


Gunung Banyak adalah salah satu destinasi wisata. Jika hari libur panjang selalu padat oleh wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia.

Mereka menyebutnya "Paralayang Batu", karena di sinilah spot terbaik olahraga paralayang di Kota Batu. Pengunjung juga bisa terbang menggunakan paralayang, tentu dengan ditemani oleh master tandem dari komunitas paralayang Gunung Banyak, kecuali bagi yang memiliki sertifikasi dari PLGI (Persatuan Layang Gantung Indonesia) diperbolehkan terbang sendiri.

Untuk menikmati sensasi itu kita harus membayar sebesar Rp 350 ribu per orang. Tidak sedikit wisatawan yang mencobanya. Saat melayang kita bisa melihat lanskap Kota Batu dengan luas. Setelah sampai di landasan atau daratan kita akan diantar kembali ke Gunung Banyak.


<img src='tripnesian_wisata-paralayang-batu_04.jpg' width='100' height='100' alt='paralayang batu'/>
Sejumlah pengunjung sedang menikmati suasana di Omah Kayu, Gunung Banyak,  Minggu (8/2/2015).

Selain keindahan panorama dan sensasi paralayang, di tempat juga ada wahana Omah Kayu. Sebuah rumah kayu yang dibangun di atas pohon, suasanya sangat nyaman, teduh dan sejuk. sangatlah cocok dibuat untuk bersantai sembari menikmati lanskap Kota Batu. 

Rumah ini juga disewakan untuk umum, biaya sewa nya sebesar Rp 350 ribu untuk satu hari. Banyak pengantin baru yang menyewa rumah kayu ini untuk berbulan madu.

Untuk menikmati suasana di Omah Kayu kita dikenakan tarif masuk sebesar Rp 5 ribu per orang. Sedangkan tiket masuk wisata Gunung Banyak sebesar Rp 10 ribu per orang termasuk biaya parkir. (Tripnesian


Thursday 8 December 2016

Melancong ke Kampung Warna Warni Jodipan

Kampung Warna Warni Jodipan dilihat dari atas Jembatan Brantas, Jl. Juanda, Malang, Selasa (6/12/2016).

Perkampungan stren kali memang identik dengan kesan kumuh. Tidak jarang pemerintah kota di sejumlah daerah merasa "risih", lalu menggusurnya atau merelokasi ke tempat yang layak. Namun tidak dengan ratusan rumah di bantaran sungai Brantas Kota Malang. Di tangan orang kreatif, perkampungan itu menjadi indah pun sedap dilihat.

Langkah saya terhenti di atas Jembatan Brantas, jalan Juanda, Kota Malang. Di bawahnya, nampak warna-warni ratusan rumah menghias di sepanjang bantaran sungai Brantas. Seperti Santa Marta Rio De Jeneiro Brasil,  favela itu berubah menjadi permukiman yang indah.
 

Adalah Kampung Warna Warni Jodipan yang menyita perhatian saya di tengah padatnya lalu lintas Kota Malang. Dengan berbekal kamera smartphone, saya pun menyusuri Jodipan untuk mengabadikan momen.

Jika Santa Marta direvitalisasi oleh Pemerintah, sebaliknya Jodipan disulap oleh sekelompok anak muda kreatif. Seperti dilansir oleh sejumlah media lokal maupun nasional, Kampung Jodipan berawal dari delapan mahasiswa semester akhir jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yang mengerjakan tugas praktikum Public Relation dan Event Menegement. Mereka adalah Nabila Firdausiyah, Dinni Anggraeni, Wahyu Fitri Aningtyas, Ahmad Wiratman, Fadh Afdallah Ramadhan, Salis Fitria, Elmi Rukhiatun Nur Aidah dan Ira Yulia Astutik. Mereka memberi nama kelompoknya dengan Guys Pro.

Bekerja sama dengan perusahaan cat Indana Paint melalui program CSR bertema "Decofresh Warnai Jodipan", Guys Pro merubah permukiman Jodipan. Rumah-rumah warga dicat dengan warna yang ceria, komunitas mural pun ikut berpartisipasi melukis dinding dengan mural binatang, luar angkasa dan tokoh kartun. Otomatis kesan kumuh yang melekat pun hilang.

Pengecatan dimulai pada bulan Juni 2016 lalu, dibantu oleh warga juga TNI. Hingga pada 4 September 2016 Jodipan diresmikan oleh Wali Kota Malang Mochamad Anton sebagai Kampung Wisata Jodipan. Acara peresmian itu juga dihadiri oleh Vice President PT Indiana Paint serta Guys Pro selaku kreator Kampung Warna Warni Jodipan. Kini Kampung Warna Warni Jodipan menjadi destinasi wisata baru di Malang. Banyak wisatawan dari berbagai daerah yang berkunjung ke sini. 


<img src='tripnesian_kampung-warna-warni-jodipan-malang_03.jpg' width='100' height='100' alt='kampung warna warni jodipan'/>
Pengunjung sedang berselfie di Kampung Warna Warni Jodipan, Malang, Selasa (6/12/2016).

Menyusul Jodipan, permukiman Kelurahan Ksatrian pun tak mau kalah. Ratusan rumah dicat warna-warni seperti Jodipan, namun bedanya di sini banyak lukisan 3 dimensi. Maka dari itu tempat ini diberi nama Kampung Tridi. Tiap hari kampung ini tidak pernah sepi dari pengunjung.

Kampung Tridi berada di seberang Kampung Warna Warni Jodipan. Jika dilihat dari atas Jembatan Brantas, kampung ini berada di samping kiri sungai Brantas. (Tripnesian)



Saturday 3 December 2016

Pantai Wedi Putih, keindahan yang tersembunyi di Malang

Pantai Wedi Putih di Desa Purwodadi, Malang, Kamis (12/5/2016) Siang.

Purwodadi, salah satu desa pesisir Malang Selatan yang menyimpan keanekaragaman hayati. Tanahnya kaya akan hasil pertanian, juga termasuk daerah penghasil cengkeh terbesar di Jawa Timur. Tak terkecuali potensi wisatanya, mampu menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun asing.

Surya pagi baru saja beranjak diantara perbukitan Desa Purwodadi nan asri. Aroma udara sejuk menyelimuti jalanan berliku nan terjal telah mengantarkan saya ke sebuah pantai tepi Samudera Indonesia.

Jalanan menanjak di kawasan pesisir Malang Selatan itu mengantarkan saya ke Pantai Wedi Putih. Sebuah pantai yang baru saja ditemukan oleh warga setempat. Keindahannya bersembunyi diantara perbukitan Dusun Lenggoksono, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang.

Pantai yang berada di kawasan wisata Bowele (Bolu-bolu Wedi awu Lenggoksono) ini secara resmi belum dibuka untuk umum. Jalanan yang belum memadai adalah salah satu alasanya. Namun pantai ini menjadi salah satu rute wisata Bowele.

Pelancong bisa mengunjunginya dengan menyewa perahu nelayan yang ada di Pantai Lenggoksono, dengan tarif Rp 50 ribu per orang. Perahu  nelayan itu akan mengantarkan kita ke tiga pantai tujuan, dengan pilihan Pantai Bolu-bolu, Wedi Awu, Banyu Anjlok dan Wedi Putih.


Pantai Wedi Putih jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah Pantai Pasir Putih. Layaknya lukisan, pasir putihnya menjulur berujung dua bukit yang menyerupai mangkuk terbalik. Suasananya teduh dengan udara yang sejuk, sangatlah nikmat untuk tempat bersantai bila air laut sedang tidak pasang.

Ombaknya mengayun lembut, menyentuh ramah batu karang dan menyisakan buih-buih putih di pasir. Air lautnya membelah gugusan bukit, menyingkap harmoni alam Maharkarya Sang Agung.

Saat saya mengunjunginya tidak ada seorang pun di pantai. Hanya saya dengan satu orang pemandu dari warga setempat, dan sesekali ada nelayan pergi memancing. Serasa pantai privat, karena memang belum banyak wisatawan yang mengetahui.


Gugusan batu karang di Pantai Wedi Putih, Malang, Kamis (12/5/2016) Siang.

Kehidupan bawah lautnya pun sangat menawan, warna-warni ratusan terumbu karang hidup di pantai ini. Cocok sekali jika snorkeling di sini, tapi dengan kondisi air laut dalam keadaan surut. Sebab, pantai ini tergolong pantai selatan yang memiliki ombak yang ganas.

Jarak lokasi Pantai Wedi Putih dengan Kota Surabaya sekitar kurang lebih 164 kilometer, 4 jam perjalanan jika ditempuh dengan kendaraan bermotor dengan kecepatan normal. Sedangkan dari Kota Malang berjarak sekitar 69 kilometer. (Tripnesian)



Thursday 1 December 2016

Meluruhkan angan di Pantai Kondang Merak

Pengunjung sedang berjalan di tepi Pantai Kondang Merak, Minggu (29/5).

Pantai Kondang Merak, Malang (29/5/2016) - Ratusan orang sedang bermain di tepi pantai, Siang itu. Tak ada sedih maupun penat, yang nampak hanya keceriaan. Mungkin juga ketenangan, karena memang lanskap yang membujur di depan mata sangatlah indah.

Seperti anestesi, alam mampu mematikan rasa yang tidak bersahabat dengan pikiran maupun hati. Rasa penat meluruh oleh lanskap gugusan pulau yang seolah mengapung di permukaan pantai selatan. Begitu dengan ombaknya sangat ramah menyapa kaki, meski pada waktunya berubah menjadi ganas.

Seperti biasanya, cara mereka menikmati pantai ini diantaranya adalah dengan bermain ombak, bermain bola, membuat bangunan dari pasir, bersantai di tepian sembari menikmati lanskap, dan ada juga yang membawa peralatan pancing. Namun demikian, tidak tahu kenapa mereka seolah tak pernah bosan datang ke pantai ini.


Mereka datang silih berganti. Bersama keluarga, teman, rekan kerja, kekasih, dan bahkan ada yang datang sendirian ke pantai ini. Sangat ramai jika bertepatan dengan hari libur. Puluhan tenda kecil hingga besar berjajar di pinggiran pantai. Mereka sengaja menginap di pantai agar lebih leluasa menikmati keindahannya.

<img src='tripnesian_pantai-kondang-merak-malang_02.jpg' width='100' height='100' alt='pantai kondang merak'/>
Foto kiri: Seorang anak sedang membawa pancing di Pantai Kondang Merak, Minggu (29/5). Foto kanan: Sejumlah pengunjung menikmati lanskap di Pantai Kondang Merak, Jumat (6/5).

Mulanya banyak ditemui burung merak di pantai. Menurut warga setempat, burung tersebut mulai punah pada tahun 1980 akibat penagkapan liar. Maka itu pantai ini diberi nama Kondang Merak yang berarti muara merak.


Menariknya di pantai ini bisa digunakan selam dangkal dengan menggunakan masker selam dan snorkel atau disebut snorkeling. Tidak sedikit pengunjung untuk melihat kehidupan bawah laut di pantai ini. Mereka menyewa perlengkapan snorkeling di tempat wisata ini. ada juga yang membawa sendiri.

Melihat kehidupan bawah laut menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang. Komunitas pecinta lingkungan di daerah ini membudidaya terumbu karang. Boleh dibilang terumbu karang di pantai ini cukup indah dilihat.



Pantai Kondang Merak membentang di tepi Samudera Indonesia, tepatnya di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Berdekatan atau satu arah dengan Pantai Balekambang. Jalan menuju ke pantai ini sangat baik, karena Jalur Lintas Selatan Malang sudah selesai dibangun. Namun ada jalan yang kondisinya tidak baik, yakni di pertigaan Balekambang menuju Kondang Merak.

Tiket masuknya pun sangat murah, yaitu sebesar Rp 10 ribu per orang. Di kawasan pantai juga ada warung makan yang menjajakan makanan dan minuman. (Tripnesian)