Wednesday, 9 November 2016

Batik Druju, batik khas Malang yang mendunia

<img src='tripnesian_batik-druju-malang_01.jpg' width='100' height='100' alt='batik druju khas malang'/>
Pembatik sedang menulis motif di butik Andis, Druju, Malang (10/5) Siang.

Suatu hal khususnya keahlian jika ditekuni akan membuahkan hasil. Apalagi hasil karya tersebut memiliki keindahan dan nilai seni yang tinggi pasti akan melenggang di ranah nasional bahkan internasional.
 

Salah satunya adalah Antik Sumardiyanti  (48), wanita asal Druju, Kabupaten Malang, berhasil membawa keahlian membatiknya ke ranah internasional. Batik tulis yang Ia beri nama Andis ini berhasil menembus pasar Eropa dan Amerika. Tak hanya itu, secara tidak langsung Ia juga membesarkan nama tanah kelahirannya.

Batik butik Andis atau dikenal dengan batik Druju ini dirintis pada tahun 1996 lalu. Menilik dari website pribadinya, Antik Sumardiyanti atau akrab disapa Antik Subagio mengawali karirnya di Solo dan Yogyakarta. Di daerah “kesultanan” itu Ia belajar membatik. Selang beberapa tahun, setelah dirasa cukup ilmu, Ia membuat 6 sket (desain) batik. Oleh karena belum memiliki peralatan dan tenaga pembatik, desain tersebut kemudian dikirim ke Tanjung Bumi, Madura, untuk proses pembatikan. 

Kerja kerasnya itu akhirnya membuahkan hasil. Batik yang Ia hasilkan mendapat apresiasi dari mitra kerja dan teman-temanya dari luar negeri seperti Italia, Jepang, Perancis, dan Amerika.  Berawal dari situlah order dari dalam negeri maupun luar negeri mulai berdatangan.


Kini, Anti memiliki puluhan tenaga pembatik yang Ia pekerjakan di butiknya. Sebagian besar pembatik dari Desa Druju. Produknya pun bertambah, tak hanya memproduksi batik tulis, tapi juga batik cap.

<img src='tripnesian_batik-druju-malang_02.jpg' width='100' height='100' alt='batik druju khas malang'/>
Sejumlah pembatik sedang menyelesaikan pekerjaanya di butik Andis, Druju, Malang (10/5).

Dalam websitenya, Antik mengatakan usaha yang dirintisnya ini bukan semata-mata karena keahlian yang diwariskan oleh orang tuanya. Namun, semua ini karena kecintaan terhadap batik. Hal itu tercermin dari orang tuanya yang suka membatik untuk dipakai sendiri.  Selain itu, Ia termotivasi untuk menciptakan sesuatu yang menjadi ciri khas Kabupaten Malang.

Perbedaan batik Druju dengan batik lainnya terletak pada proses menerakan atau menulis motif dalam pembuatan baju batik dan karakter motifnya. Motif baju batik Druju tidak terputus, bagian depan dengan belakang baju motifnya tersambung. Beda dengan baju batik lainnya yang terputus motifnya pada bagian depan dengan belakang baju. 

Hal itu karena proses pembuatan baju batik Druju awalnya bukan dari lembaran kain batik lalu dijahit menjadi baju. Namun sebaliknya dijahit menjadi baju dulu, baru setelah itu dibatik. Selain itu batik Druju juga memiliki khas pada motifnya, yakni motif yang diangkat dari lingkungan sekitar Desa Druju, seperti pantai Balekambang, Sendangbiru, dan Goa Cina. Batik Druju juga mempunyai cirri-ciri, yaitu menggunakan warna-warna yang pekat.


Bahan dasar kain batik Druju cukup variatif, yakni kain sutera sifon, sutera satin, sutera ATBM, dan katun. Sedangkan untuk harga dipatok sesuai motif, bahan kain, dan kerumitan teknik pembuatannya. Batik premium dijual dengan harga Rp 2 juta hingga Rp 7 juta untuk busana seperti kemeja Batik laki-laki, blus perempuan, dan tunik juga gaun panjang. Sementara kain dan selendang dibanderol Rp 6 juta hingga Rp 20 juta.  Juga bisa dibeli per item dengan harga mulai Rp 400 ribu hingga Rp 35 juta. (Tripnesian)


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment