Tampak depan Gereja Puh Sarang , Rabu (24/12/2014) Siang. |
Banyak jejak sejarah yang tersimpan di lereng Gunung Wilis. Salah satunya adalah gereja tua bercorak Hindu-Budha. Keberadaanya mendedah kisah masa kolonial Belanda di Indonesia. Bahwa mereka bukan hanya mencari sumber daya alam, tapi juga mempunyai misi penyebaran agama. Para misionaris dikirim ke sejumlah daerah, diantaranya adalah Kediri Jawa Timur.
Adalah Gereja Puhsarang, peninggalan dari misionaris Belanda di Desa Puhsarang, yakni Romo Jan Wolters CM. Peletakan batu pertama Gereja Katolik ini pada 11 Juni 1936 oleh Prefektur Apostolik Surabaya Mgr. Theophile De Backere, CM.
Gereja Katolik ini adalah karya agung dari Henri Maclaine Pont (1884-1971), seorang arsitek berdarah campuran Pulau Buru dan Skotlandia yang lahir di Meester Cornelis (Jatinegara). Ia sangat menyukai budaya Jawa. Popularitasnya menanjak saat menggambarkan rekonstruksi Ibu Kota Majapahit di Trowulan.
Sama halnya dengan Jan Wolters, yang mencintai nilai-nilai kebudayaan Jawa. Di tahun 1920 akhir ia melakukan perjalanan dari Nganjuk menuju Tulungangung dengan mengemban misi pewartaan. Hingga ia sampai di Desa Kepuh Ngarang yang lambat laun berganti Puh Sarang.
Dua tokoh tersebut berhasil memadukan intuisi yang diwujudkan dalam arsitektur Gereja Puh Sarang. Bangunan yang sarat nilai budaya hindu-Jawa dan Alkitab.
Bangunannya tidak seperti gedung zaman kolonial lainnya di Indonesia. Gereja Puh Sarang menggunakan bahan-bahan dan tenaga lokal. Seperti batu bata merah dan banyak batu yang diambil dari kali Kedak, sebuah sungai yang membentang di Puh Sarang.
Sekilas bentuk bangunannya nampak seperti kapal dan gunung, lambang kisah bahtera Nabi Nuh yang terdampar di Gunung Arafat.
Berhenti di Gapura Henricus, pintu utama Gereja Puh Sarang. Bentuknya menyerupai candi, melengkung dengan lonceng bermahkota ayam yang sarat akan nilai-nilai Kristiani.
Halaman dalam dikelilingi tembok yang terbuat dari batu kali, ciri khas bangunan kerajaan di Jawa dan Bali. Di sekeliling tembok, Maclaine Pont menempatkan ukiran 14 stasi Jalan Salib Golgota.
Gua Maria Lourdes dan Jalan Salib Bukit Golgota di Puh Sarang
Di luar komplek Gereja terdapat Gua Maria Lourdes, replika dari Gua Lourdes yang ada di Perancis. Tapi bedanya di sini patung Maria lebih tinggi dari aslinya, yakni 3,5 meter, sedangkan di Perancis tingginya 1,75 meter.
Sekitar area gua tumbuh puluhan pohon yang cukup membawa suasana nyaman dan teduh. Serta diantaranya ada sungai kecil dengan rimbun pohon bambu yang menambah kesan kesejukan.
Sejumlah pengunjung berjalan di Jalan Salib Golgota, Gereja Puh Sarang, Kediri (24/12/2014). |
Sementara itu di sisi utara terdapat ratusan patung fragmen peristiwa penyaliban Yesus yang diberi nama Jalan Salib Bukit Golgota. Di tempat ini ada 15 stasi dengan total keseluruhan 100 patung, yang mengisahkan perjalanan Yesus dalam menerima hukuman Salib oleh Gubernur Romawi Pontius Pilatus.
Tidak sedikit umat Kristen yang berkunjung ke sini. Terutama saat hari raya Paskah, ratusan umat Kristen melakukan ritual Jalan Salib di tempat ini.
Tak hanya pengunjung dari umat Kristen saja yang berkunjung ke sini. Banyak juga pengunjung dari agama lain, seperti Islam dan Hindu datang ke Puh Sarang untuk menyaksikan langsung bangunan gereja, serta menikmati suasana di Gua Maria Lourdes dan Jalan Salib Golgota.
Di kawasan Gereja Puh Sarang juga ada pasar tradisional yang berada sebelum Gua Maria Lourdes. Pasar ini menjual pernak pernik Kristiani seperti patung Yesus, Maria dan kalung salib, serta kaos oleh-oleh bergambar Gereja Puh Sarang. (Tripnesian)